Semula ia belajar ilmu obat-obatan di Halle, Berlin tetapi karena terlibat suatu perkelahian (duel), ia terpaksa berhenti. Ia kemudian dipenjara di Ehrenbeitstein. Suatu ketika ia berlagak seakan-akan kurang ingatan, hingga ditampung di panti sakit jiwa di Bonn. Ia dapat melarikan diri dari sini hingga akhirnya sampai di legium asing Perancis di Afrika. Karena tidak memenuhi syarat ia pindah ke Utrecht, negeri Belanda, di sana ia menempuh ujian dokter pada Tentara Belanda. Sebagai dokter tentara ia sampai di Jawa. Di pulau itu ia menetap dari tahun 1835 sampai 1848 dan dari 1855 hingga meninggal dunia.
Junghuhn banyak melakukan perjalanan dan melukiskan pengalamannya terutama ditinjau dari sudut ilmiah. Banyak gunungapi didakinya dan topografi serta tetumbuhannya dikenalnya dengan baik. Pengetahuannya terutama dituangkan dalam karyanya: Java, terdiri dari 4 jilid dan dihiasi dengan peta-peta dan gambar-gambar dalam tata warna. Di antaranya memuat sabuk-sabuk cuaca (klimaatgordels) yang terkenal itu.
Pada 23 Januari 1850 ia menikah dengan Johanna Louisa Frederica Koch. Ia termasuk salah seorang pendiri majalah orang-orang bebas agama De Degeraad (Fajar) pada 1855 dan pada 27 Juni 1855 ia diangkat menjadi inspektur perkebunan kina yang didirikan oleh Hass Karl (1854). Junghuhn memilih Lembang sebagai tempat terbaik untuk perkebunan kina dan di sana pulalah ia kemudian menutup mata untuk selamanya.
Penerbitan-penerbitannya yang paling dikenal di antaranya Java, zijne gedaante, zijn plantentooi en inwendige bouw (Jawa, wujudnya, tetumbuhan penghiasnya dan struktur dalamnya), terdiri dari 4 jilid , 1849, 1850 - 1854, Kaart van Java (Peta pulau Jawa), 4 lembar (1855) dan Topographische und Naturwissenschofliche Reisen durch Java (1845).
Mungkin karena pada hakekatnya Junghuhn adalah seorang dokter, dari karya ilmiahnya mengenai pengetahuan alam tampak bahwa sebenarnya ia lebih merupakan seorang ahli botani dari pada seorang geologiwan, namun ia tetap telah memberi dasar yang berarti dalam ilmu itu dengan penyusunan peta geologi Jawa dan pembahasan sejumlah gejala gunungapi dan geologi Indonesia. Salah satu pernyataannya yang menghebohkan akan tetapi kemudian ternyata tidak benar, adalah mengenai letusan G. Salak, Bogor dalam bulan Juni 1699. Pada waktu itu korban yang diakibatkan bencana alam diantaranya yang menimpa Jakarta, pada hakekatnya disebabkan oleh gempabumi tektonika.
Koleksi Junghuhn yang besar kemudian diolah oleh sejumlah sarjana; fosil-fosil binatang oleh C. Ekrenberg, J. Herklots dan K. Martin, fosil tetumbuhan oleh H. Goepert, dan batuan oleh H. Behrens dan J. Lorie.
Kita dengan tepat dapat menyebut Java-nya Junghuhn sebagai prestasi terpenting dalam bidang geologi yang telah sampai pada kita dari bagian pertama abad ke-19, yang hingga sekarang masih tetap digunakan sebagai referensi.
No comments:
Post a Comment