Search This Blog

Sunday, October 31, 2010

PELAKU E-COMMERCE KENA PAJAK ? IYAKAH ??


RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ..... TAHUN 2010

TENTANG

KONVERGENSI TELEMATIKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang
:
a.
bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


b.
bahwa pembangunan nasional adalah suatu proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa mengikuti berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat;


c.
bahwa penyelenggaraan telematika mempunyai arti strategis guna mempercepat peningkatan daya saing nasional yang berkelanjutan, membangun karakter dan budaya yang memperkuat jati diri bangsa dan memperkuat ketahanan informasi nasional;


d.
bahwa penyelenggaraan telematika juga berperan untuk memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan masyarakat, mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta meningkatkan hubungan antarbangsa;


e.
bahwa pengaruh perkembangan telematika di era konvergensi yang demikian pesat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telematika yang secara langsung telah mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru;


f.
bahwa globalisasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai konvergensi telematika di tingkat nasional sehingga pembangunan telematika dapat dilakukan secara efektif, efisien, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna terciptanya kesejahteraan rakyat;


g.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f, perlu membentuk Undang-Undang tentang Konvergensi Telematika;

Mengingat
:
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28F dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan
:
UNDANG-UNDANG TENTANG KONVERGENSI TELEMATIKA.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.             Konvergensi Telematika adalah perpaduan teknologi dan rantai nilai (value chain) dari penyediaan dan pelayanan telematika.
2.             Telematika adalah telekomunikasi dan teknologi informasi.
3.             Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara bunyi melalui sistem kawat, sistem optik, sistem elektromagnetik atau sistem lainnya yang memungkinkan terjadinya pemancaran, pengiriman, dan/atau penerimaan informasi.
4.             Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
5.             Penyelenggara Telematika adalah perorangan, badan hukum Indonesia, atau dinas khusus.
6.             Penyelenggaraan Telematika adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telematika.

7.             Penyelenggaraan Fasilitas Jaringan Telematika adalah kegiatan penyediaan fasilitas jaringan telematika meliputi keseluruhan fasilitas dan elemen jaringan (misalnya stasiun bumi, kabel serat optik, saluran telekomunikasi dan sentral switching, perangkat transmisi komunikasi radio, BTS, dan menara transmisi) sehingga membentuk jaringan untuk menyalurkan beragam layanan aplikasi telematika.
8.             Penyelenggaraan Layanan Jaringan Telematika adalah kegiatan penyediaan konektivitas dasar dan bandwidth yang mendukung beragam aplikasi dan memungkinkan komunikasi antar jaringan.
9.             Penyelenggaraan Layanan Aplikasi Telematika adalah kegiatan penyediaan layanan aplikasi telematika yang terdiri dari aplikasi pendukung kegiatan bisnis (aplikasi server untuk e-commerce, teleponi, PaaS, dsb.) dan aplikasi penyebaran konten (aplikasi server untuk web-TV, IPTV, VoD, musik, dsb.) dan informasi (aplikasi server untuk portal, koran online, e-magazine, dsb.).
10.        Aplikasi adalah layanan dasar dan/atau layanan nilai tambah yang ditambahkan pada layanan jaringan.
11.        Pengguna adalah pelanggan dan pemakai.
12.        Pelanggan adalah perseorangan atau non-perseorangan yang menggunakan fasilitas jaringan telematika, layanan jaringan telematika dan/atau layanan aplikasi telematika berdasarkan kontrak.
13.        Pemakai adalah perseorangan atau non-perseorangan yang menggunakan fasilitas jaringan telematika, layanan jaringan telematika dan/atau layanan aplikasi telematika tidak berdasarkan kontrak.
14.        Alat Telematika adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam penyelenggaraan telematika.
15.        Perangkat Telematika adalah sekelompok alat telematika yang digunakan dalam penyelenggaraan telematika.
16.        Kewajiban Pelayanan Universal adalah kewajiban penyediaan layanan telematika oleh penyelenggara telematika agar kebutuhan masyarakat terutama di daerah terpencil dan/atau belum berkembang mendapatkan akses layanan telematika dapat dipenuhi.
17.        Menteri adalah menteri yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telematika.
18.        Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum.







BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 2

Telematika diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dengan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, keamanan, kemitraan, etika, persaingan sehat, perlindungan, keseimbangan, kemandirian, dan tanggung jawab.

Pasal 3

Telematika diselenggarakan dengan tujuan untuk mendukung persatuan dan kesatuan bangsa, memperkuat ketahanan nasional, meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata, membangun karakter dan budaya yang memperkuat jati diri bangsa, meningkatkan kebudayaan dan pendidikan, mendukung kegiatan pemerintahan, mempercepat peningkatan daya saing nasional, serta meningkatkan hubungan antarbangsa.


BAB III
PEMBINAAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 4

(1)         Telematika dikuasai oleh Negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah.
(2)         Pembinaan telematika yang meliputi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian, diarahkan untuk meningkatkan penyelenggaraan telematika yang kompetitif dan berdaya saing sesuai dengan tujuan pembangunan telematika nasional.
(3)         Pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilakukan secara menyeluruh dan terpadu dengan memperhatikan pemikiran dan pandangan yang berkembang dalam masyarakat serta perkembangan global.

Pasal 5

Pembinaan telematika yang meliputi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) dilaksanakan oleh Menteri.
Pasal 6

Menteri bertindak sebagai penanggung jawab administrasi telematika di Indonesia.

Bagian Kedua
Peran Serta Masyarakat

Pasal 7

(1)        Pemerintah melibatkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pemanfaatan telematika.
(2)        Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk penyampaian pemikiran dan pandangan yang berkembang di masyarakat mengenai arah pengembangan telematika dalam rangka penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian di bidang telematika.
(3)        Ketentuan lebih lanjut mengenai peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


BAB IV
PENYELENGGARAAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 8

(1)         Penyelenggaraan Telematika terdiri atas:
a.             Penyelenggaraan Telematika yang bersifat komersial; dan
b.             Penyelenggaraan Telematika yang bersifat non-komersial.
(2)         Penyelenggaraan Telematika yang bersifat komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a.              Penyelenggaraan Fasilitas Jaringan Telematika;
b.              Penyelenggaraan Layanan Jaringan Telematika; dan
c.              Penyelenggaraan Layanan Aplikasi Telematika.
(3)     Penyelenggaraan Telematika yang bersifat non-komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi Penyelenggaraan Telematika untuk keperluan:
a.             pertahanan dan keamanan nasional;
b.             kewajiban pelayanan universal;
c.             dinas khusus; dan
d.             perorangan.
(4)     Penyelenggaraan Telematika memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.             kepentingan pertahanan dan keamanan nasional;
b.             kepentingan pengguna;
c.             perkembangan teknologi;
d.             profesionalisme, transparansi dan akuntabilitas; serta
e.             peran serta masyarakat.
(5)     Khusus untuk penyelenggara fasilitas jaringan telematika, memperhatikan juga prinsip pemakaian bersama fasilitas jaringan.
(6)     Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan telematika diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua
Penyelenggara

Pasal 9

(1)          Penyelenggaraan Telematika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a dan huruf b dilakukan oleh badan hukum Indonesia yang bidang usahanya mencakup penyelenggaraan telematika sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)          Penyelenggaraan Telematika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf c dapat dilakukan oleh perseorangan atau badan hukum Indonesia yang bidang usahanya mencakup penyelenggaraan telematika sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 10

(1)         Dalam rangka pembangunan, pengoperasian dan/atau pemeliharaan fasilitas jaringan telematika, penyelenggara telematika dapat memanfaatkan atau melintasi tanah negara dan/atau bangunan yang dimiliki atau dikuasai Pemerintah.
(2)         Pemanfaatan atau pelintasan tanah negara dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku pula terhadap sungai, danau, atau laut, baik permukaan maupun dasar.
(3)         Pembangunan, pengoperasian dan/atau pemeliharaan fasilitas jaringan telematika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari instansi Pemerintah yang berwenang dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 11

(1)          Penyelenggara telematika dapat memanfaatkan atau melintasi tanah dan/atau bangunan milik perseorangan atau badan hukum untuk tujuan pembangunan, pengoperasian, dan/atau pemeliharaan fasilitas jaringan telematika.
(2)          Pembangunan, pengoperasian dan/atau pemeliharaan fasilitas jaringan telematika sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan setelah terdapat kesepakatan antara para pihak berdasarkan prinsip-prinsip non-diskriminasi, transparansi, dan kewajaran harga.

Pasal 12

(1)         Setiap penyelenggara telematika wajib membayar biaya hak penyelenggaraan telematika yang diambil dari persentase pendapatan kotor (gross revenue).
(2)         Ketentuan mengenai biaya hak penyelenggaraan telematika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


BAB V
PERIZINAN

Pasal 13

(1)         Penyelenggaraan Telematika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 wajib mendapat izin dari Menteri.
(2)         Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan memperhatikan:
a.              tata cara yang yang sederhana;
b.              proses yang transparan, adil, dan tidak diskriminatif; dan
c.              penyelesaian dalam waktu yang singkat.
(3)     Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara perizinan penyelenggaraan telematika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan  Pemerintah.

Pasal 14

Penyelenggara telematika yang menyelenggarakan lebih dari satu jenis penyelenggaraan telematika wajib melakukan pemisahan sistem pembukuan secara jelas dan tegas terhadap setiap jenis penyelenggaraan telematika.


BAB  VI
KETENTUAN TEKNIS

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 15

Penyelenggara telematika wajib memenuhi ketentuan teknis telematika terhadap penggunaan:
a.            spektrum frekuensi radio;
b.            orbit satelit;
c.             nomor; dan
d.            alat dan/atau perangkat telematika.

Bagian Kedua
Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio

Pasal 16

(1)          Menteri melaksanakan fungsi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian penggunaan spektrum frekuensi radio.
(2)          Fungsi penetapan kebijakan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perencanaan dan pengalokasian spektrum frekuensi radio.
(3)          Perencanaan dan pengalokasian spektrum frekuensi radio dilaksanakan dengan memperhatikan:
a.             perkembangan teknologi;
b.             efisiensi penggunaan spektrum frekuensi radio;
c.             penggunaan spektrum frekuensi radio saat ini dan kebutuhan di masa yang akan datang; dan
d.             kepentingan pertahanan dan keamanan nasional, keselamatan dan penanggulangan keadaan marabahaya (safety and distress), pencarian dan pertolongan (Search and Rescue/SAR), kesejahteraan masyarakat dan kepentingan umum.





Pasal 17

(1)          Penggunaan spektrum frekuensi radio wajib mendapat izin dari Menteri.
(2)          Penggunaan spektrum frekuensi radio harus sesuai dengan peruntukannya, efisien dan efektif serta tidak saling mengganggu.

Pasal 18

Pengguna spektrum frekuensi radio wajib membayar biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio, yang besarannya didasarkan atas jenis dan lebar pita frekuensi radio.

Pasal 19

Spektrum frekuensi radio dilarang digunakan oleh kapal berbendera asing yang berada di wilayah perairan Indonesia di luar peruntukannya, kecuali:
a.            untuk kepentingan pertahanan dan keamanan nasional, keselamatan jiwa manusia dan harta benda, bencana alam, keadaan marabahaya, penanggulangan wabah, dan keselamatan lalu lintas pelayaran;
b.            disambungkan ke jaringan telematika yang dioperasikan oleh penyelenggara telematika; atau
c.             merupakan bagian dari sistem komunikasi satelit yang penggunaannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam penyelenggaraan telematika untuk dinas bergerak pelayaran.

Pasal 20

Spektrum frekuensi radio dilarang digunakan oleh pesawat udara sipil asing yang berada di wilayah udara Indonesia di luar peruntukannya, kecuali:
a.            untuk kepentingan pertahanan dan keamanan nasional, keselamatan jiwa manusia dan harta benda, bencana alam, keadaan marabahaya, penanggulangan wabah, dan keselamatan lalu lintas penerbangan;
b.            disambungkan ke jaringan telematika yang dioperasikan oleh penyelenggara telematika; atau
c.             merupakan bagian dari sistem komunikasi satelit yang penggunaannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam penyelenggaraan telekomunikasi penerbangan.




Pasal 21

Pemberian izin penggunaan Alat dan/atau Perangkat Telematika yang menggunakan spektrum frekuensi radio untuk perwakilan diplomatik di Indonesia dilakukan dengan memperhatikan asas timbal balik.

Pasal 22

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi penetapan kebijakan, pengaturan, pengawasan, dan pengendalian penggunaan spektrum frekuensi radio sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Ketiga
Penggunaan Orbit Satelit

Pasal 23

(1)         Penggunaan orbit satelit wajib mendapat izin dari Menteri.
(2)         Orbit satelit harus digunakan secara optimal, efektif dan efisien.
(3)         Mekanisme penggunaan orbit satelit dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan aturan internasional.
(4)         Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan orbit satelit diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat
Penggunaan Nomor

Pasal 24

(1)         Penggunaan nomor dalam penyelenggaraan telematika dilaksanakan melalui sistem penomoran.
(2)         Sistem penomoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.
(3)         Sistem penomoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa penomoran teleponi, pengalamatan protokol internet, atau pemetaan nomor elektronik.
(4)         Penetapan pemberian alokasi nomor dilakukan oleh Menteri.
(5)         Pemberian alokasi nomor dilakukan secara terbuka, transparan dan tidak diskriminatif.
(6)         Pengguna nomor wajib membayar biaya hak penggunaan nomor.
(7)         Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan nomor dan besaran biaya hak penggunaan nomor diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima
Alat dan/atau Perangkat Telematika

Pasal 25

(1)         Setiap Alat dan/atau Perangkat Telematika yang dibuat, dirakit, dimasukkan, untuk diperdagangkan dan/atau digunakan di wilayah Negara Republik Indonesia wajib memenuhi ketentuan teknis, kecuali untuk Alat dan/atau Perangkat Telematika yang sifat dan peruntukannya tertentu.
(2)         Verifikasi atas pemenuhan ketentuan teknis Alat dan/atau Perangkat Telematika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui sertifikasi.
(3)         Alat dan/atau Perangkat Telematika yang digunakan oleh kapal berbendera asing dari dan ke wilayah perairan Indonesia dan/atau yang dioperasikan di wilayah perairan Indonesia, tidak wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(4)         Alat dan/atau Perangkat Telematika yang digunakan oleh pesawat udara sipil asing dari dan ke wilayah udara Indonesia dan/atau yang dioperasikan di wilayah udara Indonesia, tidak wajib memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(5)         Ketentuan lebih lanjut mengenai ketentuan teknis Alat dan/atau Perangkat Telematika serta Alat dan/atau Perangkat Telematika yang sifat dan peruntukannya tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Keenam
Kualitas Layanan

Pasal 26

(1)         Penyelenggara Telematika wajib memenuhi standar kualitas layanan.
(2)         Ketentuan mengenai standar kualitas layanan ditetapkan oleh Menteri.








BAB  VII
KETENTUAN EKONOMI

Bagian Kesatu
Tarif

Pasal 27

(1)         Besaran tarif penyelenggaraan telematika ditetapkan oleh penyelenggara telematika berdasarkan formula yang ditetapkan oleh Pemerintah.
(2)         Penentuan tarif penyelenggaraan telematika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan prinsip:
a.              adil dan non-diskriminasi;
b.              berbasis pada biaya; dan
c.              tidak mengandung subsidi silang.
(3)         Ketentuan lebih lanjut mengenai tarif penyelenggaraan telematika diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 28

(1)         Penyelenggara telematika wajib mempublikasikan tarif layanannya secara transparan dan mudah diakses oleh Pengguna.
(2)         Penyelenggara telematika wajib memiliki sistem perekaman dan/atau pencatat penagihan tarif yang tersertifikasi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)         Penyelenggara telematika wajib memberikan rincian tagihan kepada Pengguna apabila diminta.

Bagian Kedua
Persaingan Usaha

Pasal 29

(1)         Setiap penyelenggara telematika dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
(2)         Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan memperhatikan karakter spesifik dari industri Telematika.



Pasal 30

(1)         Setiap penyelenggara telematika dapat melakukan penggabungan, peleburan atau pengambilalihan usaha dengan penyelenggara telematika lainnya.
(2)         Penggabungan, peleburan atau pengambilalihan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Menteri.
(3)         Penggabungan, peleburan atau pengambilalihan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4)         Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan, peleburan atau pengambilalihan usaha dalam penyelenggaraan telematika diatur dengan Peraturan Pemerintah.
                                                                       
Bagian Ketiga
Interkoneksi

Pasal 31

(1)         Setiap penyelenggara telematika berhak mendapatkan interkoneksi dari penyelenggara telematika lainnya.
(2)         Setiap penyelenggara telematika wajib menjamin interoperabilitas dengan penyelenggara telematika lainnya.
(3)         Setiap penyelenggara telematika wajib menyediakan interkoneksi apabila diminta oleh penyelenggara telematika lainnya.
(4)         Pelaksanaan hak dan kewajiban interkoneksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) dilakukan berdasarkan prinsip :
a.              apa saja ke apa saja (any-to-any);
b.              transparan;
c.              non-diskriminasi;
d.              persaingan usaha yang sehat; dan
e.              kerja sama yang saling menguntungkan.
(5)         Setiap penyelenggara telematika wajib mempublikasikan daftar penawaran interkoneksi secara terbuka dan dapat diakses oleh semua pihak.
(6)         Tarif interkoneksi telematika dihitung berdasarkan biaya.
(7)         Ketentuan lebih lanjut mengenai interkoneksi telematika diatur dengan Peraturan Pemerintah.





Bagian Keempat
Pemanfaatan Infrastruktur Bersama

Pasal 32

(1)         Setiap penyelenggara telematika wajib menyediakan fasilitas jaringan miliknya untuk dipakai-bersama dengan penyelenggara telematika lainnya.
(2)         Pelaksanaan kewajiban pemakaian bersama fasilitas jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan prinsip:
a.              terbuka, transparan dan non-diskriminasi;
b.              pemanfaatan sumber daya secara efisien;
c.              keserasian sistem serta alat dan/atau perangkat telematika;
d.              peningkatan mutu pelayanan;
e.              persaingan usaha yang sehat; dan
f.                kerjasama yang saling menguntungkan.
(3)         Setiap penyelenggara telematika wajib memberikan persyaratan dan penawaran pemakaian bersama fasilitas jaringan secara terbuka dan dapat diakses oleh semua pihak.
(4)         Tarif pemakaian bersama fasilitas jaringan dihitung berdasarkan biaya.
(5)         Ketentuan lebih lanjut mengenai pemakaian bersama fasilitas jaringan diatur dengan Peraturan Pemerintah.


BAB VIII
KETENTUAN SOSIAL

Bagian Kesatu
Perlindungan Konsumen

Pasal 33

(1)         Setiap Pengguna mempunyai hak yang sama untuk menggunakan layanan Telematika dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)         Penyelenggara telematika dalam memberikan layanannya wajib menjamin:
a.              perlakuan yang sama bagi semua Pengguna;
b.              pemenuhan standar kualitas layanan serta standar penyediaan sarana dan prasarana; dan
c.              kebebasan Pengguna memilih Penyelenggara Telematika lain untuk pemenuhan kebutuhan layanan telematika.
(3)         Pengguna berhak mendapatkan layanan Telematika sesuai dengan informasi mengenai kualitas dan harga yang ditawarkan oleh Penyelenggara Telematika.
(4)         Setiap Penyelenggara Telematika dalam memberikan layanan wajib memberikan informasi yang lengkap dan transparan mengenai layanan yang diberikan.
(5)         Ketentuan berlangganan antara Penyelenggara Telematika dan Pengguna harus jelas dan transparan.
(6)         Pengguna dapat mengajukan keluhan kepada Penyelenggara atas layanan Telematika.
(7)         Penyelenggara Telematika wajib menyelesaikan keluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) sesuai standar pelayanan penyelesaian keluhan.
(8)         Ketentuan mengenai standar pelayanan penyelesaian keluhan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 34

(1)         Penyelenggara Telematika wajib mencatat/merekam secara rinci pemakaian layanan Telematika yang digunakan oleh Pengguna.
(2)         Penyelenggara Telematika wajib memberikan catatan/rekaman pemakaian layanan Telematika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai permintaan Pengguna.
(3)         Menteri melakukan pengecekan keakuratan pencatatan/perekaman pemakaian layanan Telematika.
(4)         Ketentuan mengenai pencatatan/perekaman pemakaian layanan Telematika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 35

(1)         Pihak-pihak yang dirugikan berhak mengajukan tuntutan ganti rugi kepada Penyelenggara Telematika atas kesalahan dan/atau kelalaian Penyelenggaraan Telematika yang menimbulkan kerugian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2)         Penyelenggara Telematika wajib memberikan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali Penyelenggara Telematika dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan diakibatkan oleh kesalahan dan/atau kelalaiannya.
(3)         Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan dan penyelesaian ganti rugi diatur dengan Peraturan Pemerintah.





Bagian Kedua
Layanan yang Diutamakan

Pasal 36

(1)         Setiap penyelenggara Telematika wajib memberikan layanan yang diutamakan untuk pengiriman, penyaluran, dan penyampaian informasi yang memuat:
a.              pertahanan dan keamanan nasional;
b.              keselamatan jiwa manusia dan harta benda;
c.              bencana alam;
d.              marabahaya; dan/atau
e.              wabah penyakit.
(2)         Untuk menunjang layanan yang diutamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Penyelenggara Telematika wajib untuk membangun dan/atau memperbaiki fasilitas Telematika.

Bagian Ketiga
Layanan yang Dilarang

Pasal 37

Penyelenggara Telematika dilarang menyediakan dan/atau menyalurkan layanan yang bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, keamanan, dan/atau ketertiban umum.

Bagian Keempat
Kewajiban Pelayanan Universal

Pasal 38

(1)         Pelaksanaan Kewajiban Pelayanan Universal menjadi tanggung jawab Pemerintah.
(2)         Penyelenggara Telematika wajib memberikan dana kontribusi dalam pelaksanaan Kewajiban Pelayanan Universal yang besarannya diambil dari persentase pendapatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)         Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Universal dilakukan secara terbuka dan transparan.
(4)         Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal, besaran kontribusi dari Penyelenggara Telematika, pengelolaan dana kontribusi serta skema pelaksanaan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IX
BADAN REGULASI

Pasal 39

(1)         Menteri dapat melimpahkan fungsi pengaturan, pengawasan, dan pengendalian kepada Badan Regulasi guna menumbuhkembangkan industri Telematika.
(2)         Badan Regulasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada prinsip keterbukaan, transparansi,  keadilan, dan non-diskriminasi dalam melaksanakan fungsi pengaturan, pengawasan, dan pengendalian terhadap Penyelenggaraan Telematika.
(3)         Badan Regulasi terdiri atas komite regulasi dan Pemerintah.
(4)         Badan Regulasi dipimpin oleh seorang Ketua merangkap anggota yang berasal dari unsur Pemerintah dan seorang Wakil Ketua merangkap anggota yang berasal dari unsur masyarakat.
(5)         Ketua dan Wakil Ketua Badan Regulasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dipilih dalam rapat pleno komite regulasi dan ditetapkan oleh Menteri.
(6)         Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Regulasi diatur dengan Peraturan Menteri.


BAB X
KEPENTINGAN NASIONAL

Bagian Kesatu
Pengamanan
(HanKamNas (pembatasan gerbang internasional), TKDN)
Pasal 40

(1)         Kepentingan pertahanan dan keamanan nasional perlu dilindungi dalam kegiatan Penyelenggaraan Telematika oleh semua Penyelenggara Telematika.
(2)         Penyelenggara Telematika wajib menjaga integritas, ketersediaan dan kerahasiaan dari sumber daya sistem informasi/konten dari Pengguna yang diproses, diteruskan, didistribusikan atau mengalami bentuk pengolahan lainnya melalui fasilitas Penyelenggara Telematika sesuai dengan persyaratan minimum yang ditetapkan oleh Menteri.
(3)         Penyelenggara Telematika harus memenuhi semua persyaratan yang terkait dengan peraturan keamanan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.



Pasal 41

(1)         Setiap orang dilarang melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan fisik dan elektromagnetik terhadap Penyelenggaraan Telematika.
(2)         Setiap orang dilarang melakukan perbuatan pencurian informasi dan/atau data Pengguna layanan Telematika.
(3)         Setiap orang dilarang melakukan perbuatan memasuki, mengubah dan/atau merusak layanan Penyelenggaraan Telematika.

Pasal 42

(1)         Penyelenggara Telematika wajib melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap instalasi dalam jaringan Telematika yang digunakan untuk penyelenggaraan Telematika.
(2)         Ketentuan mengenai pengamanan dan perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kedua
Kerahasiaan Informasi dalam Penyelenggaraan Telematika

Pasal 43

(1)          Penyelenggara Telematika wajib merahasiakan informasi yang dikirim dan/atau diterima oleh Pengguna layanan Telematika melalui jaringan Telematika yang diselenggarakannya.
(2)          Penyelenggara Telematika yang tidak mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3)          Pengecualian terhadap kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Penyadapan

Pasal 44

Penyelenggara Telematika wajib mentaati ketentuan mengenai intersepsi atau penyadapan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.



Bagian Keempat
Pemanfaatan Sumber Daya Industri Dalam Negeri

Pasal 45

(1)          Pemerintah membuat kebijakan pemanfaatan sumber daya industri dalam negeri untuk penguatan industri Telematika dalam negeri.
(2)          Kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan rencana pembangunan nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB XI
PENYIDIKAN

Pasal 46

(1)          Selain Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia, Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Kementerian yang Iingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Telematika, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Telematika.
(2)          Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:
a.              melakukan pemeriksaan atas kebenaran Iaporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Telematika;
b.              melakukan pemeriksaan terhadap orang dan/atau badan hukum yang diduga melakukan tindak pidana di bidang Telematika;
c.              menghentikan penggunaan alat dan/atau perangkat Telematika yang menyimpang dari ketentuan peraturan perundang-undangan;
d.              memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai saksi atau tersangka;
e.              melakukan pemeriksaan alat dan/atau perangkat Telematika yang diduga digunakan atau diduga berkaitan dengan tindak pidana di bidang Telematika;
f.                menggeledah tempat yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana di bidang Telematika;
(3)    Kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Hukum Acara Pidana.




BAB XII
SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 47

Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1), Pasal 14, Pasal 15, Pasal 17 ayat (1), Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 23 ayat (1), Pasal 26 ayat (1), Pasal 28 ayat (1), Pasal 28 ayat (2), Pasal 28 ayat (3), Pasal 29 ayat (1), Pasal 30 ayat (2), Pasal 31 ayat (2), Pasal 31 ayat (3), Pasal 31 ayat (5), Pasal 32 ayat (1), Pasal 32 ayat (3), Pasal 33 ayat (2), Pasal 33 ayat (4), Pasal 33 ayat (7), Pasal 34 ayat (1), Pasal 34 ayat (2), Pasal 35 ayat (2), Pasal 36 ayat (1), Pasal 36 ayat (2), Pasal 37, Pasal 38 ayat (2) dan Pasal 42 ayat (1) dikenai sanksi administrasi.

Pasal 48

(1)         Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 berupa denda dan/atau pencabutan izin.
(2)         Ketentuan lebih lanjut mengenai denda dan/atau pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.


BAB XIII
KETENTUAN PIDANA

Pasal 49

Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah).

Pasal 50

Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak                      Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah), namun jika menyebabkan kematian maka dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.



Pasal 51

Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

Pasal 52

Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak                         Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).

Pasal 53

Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak                        Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).

Pasal 54

Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

Pasal 55

Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah).

Pasal 56

Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak  Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).




Pasal 57

Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah).

Pasal 58

Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah).

Pasal 59

Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 600.000.000,- (enam ratus juta rupiah).

Pasal 60

Perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, Pasal 55, Pasal 56, Pasal 57, Pasal 58, dan Pasal 59 adalah kejahatan.


BAB XIV
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 61

Pada saat berlakunya Undang-Undang ini penyelenggara telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, tetap dapat menjalankan kegiatannya dengan ketentuan dalam waktu selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini dinyatakan berlaku wajib menyesuaikan dengan Undang-Undang ini.





Pasal 62

(1)         Dengan berlakunya Undang-Undang ini, hak-hak tertentu yang telah diberikan oleh Pemerintah kepada Penyelenggara Telematika untuk jangka waktu tertentu berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881) masih berlaku.
(2)         Jangka waktu hak tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dipersingkat sesuai dengan kesepakatan antara Pemerintah dan penyelenggara Telematika.  

Pasal 63

Pada saat Undang-Undang ini berlaku semua peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881) masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini.


BAB XV
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 64

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 65

Undang-Undang ini mulai berlaku 1 (satu) tahun sejak tanggal diundangkan.


Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.




Disahkan di Jakarta
pada tanggal ...... ................  2010
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,



SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal ...... ................  2010

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,



PATRIALIS AKBAR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2010 NOMOR ....

PENJELASAN ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG KONVERGENSI TELEMATIKA

UMUM

Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, begitu banyak perubahan mendasar terkait dengan telematika. Telematika telah berperan penting dalam pembangunan bangsa. Namun yang perlu dikedepankan disini adalah bahwa tersebarluasnya pemanfaatan telematika itu sendiri bukanlah tujuan akhir, sebab telematika tetaplah sebagai alat agar masyarakat Indonesia sejahtera. Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi di suatu negara sedikit banyak dipengaruhi oleh infrastruktur telematika. Dengan pengembangan terkini web 2.0 yang berbasis jejaring sosial, yang nantinya juga akan ada pengembangan-pengembangan baru, tentu peran telematika dalam mensejahterakan masyarakat juga akan meningkat.
Tekanan atau dorongan untuk mewujudkan perubahan paradigma telematika dari vital dan strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak menjadi komoditas yang dapat diperdagangkan semakin besar melalui forum-forum regional dan internasional dalam bentuk tekanan untuk pembukaan pasar (open market). Di sisi lain penguasaan oleh negara terhadap telematika tetap harus dipertahankan karena telematika  berkaitan erat dengan namun tidak terbatas pada pemanfaatan frekuensi radio, penomoran, slot orbit satelit yang merupakan sumber daya alam terbatas dan tidak dapat diperbaharui.
Telematika merupakan salah satu infrastruktur penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka mendukung peningkatan perekonomian, pendidikan, kesehatan, pertahanan dan keamanan nasional serta hubungan antarbangsa. Karenanya, telematika  perlu ditingkatkan ketersediaannya baik dari segi aksesibilitas, densitas, mutu dan layanannya, sehingga dapat menjangkau seluruh wilayah di tanah air dan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Mengingat bahwa untuk mewujudkan itu semua diperlukan investasi yang sangat besar, namun di sisi lain kemampuan penyediaan dana pemerintah pusat untuk pembangunan jaringan dan infrastruktur telekomunikasi masih sangat terbatas, peran serta swasta (termasuk Pemerintah Daerah) dalam pembangunan dan penyelenggaraan telekomunikasi perlu ditingkatkan.
Pembangunan dan penyediaan jaringan dan jasa telekomunikasi di daerah terpencil, perbatasan dan daerah-daerah yang secara ekonomis tidak menguntungkan tetap harus mendapat perhatian dari Pemerintah dan perlu ditingkatkan.
Perkembangan  telekomunikasi bergerak dan internet yang berbasis IP (Internet protocol) yang demikian cepat,  akibat kemajuan teknologi komputer dan jaringannya yang luar biasa di tahun 2000-an, mendorong terjadinya integrasi jaringan yang disebut dengan ”next generation network” (NGN) yang memiliki kemampuan menghubungkan semua jenis layanan dengan kecepatan tinggi dan kapasitas besar menyebabkan perubahan besar tatanan industri telekomunikasi, internet dan bahkan penyiaran. Di belahan lain, digitalisasi transmisi penyiaran, mengakibatkan saluran yang semula hanya untuk menyalurkan konten  data dan penyiaran yang terpisah, berubah menjadi dapat menyalurkan suara, teks dan data melalui jaringan tetap maupun bergerak.  
Perkembangan teknologi yang demikian cepat tidak diikuti dengan peningkatan kemampuan alih teknologi dan riset dari industri dalam negeri. Industri telekomunikasi dalam negeri sejak dekade 80-an dalam keadaan mandek (stagnan), sehingga ketergantungan terhadap pihak luar sangat besar. Indonesia hanya menjadi negara pemakai dan pembeli produk-produk luar negeri.
Perkembangan teknologi yang demikian pesat juga telah melahirkan konvergensi jasa-jasa baru yang tidak hanya terbatas pada lingkup telekomunikasi akan tetapi telah meluas kepada ke arah media (penyiaran) dan informatika yang di Indonesia disingkat dengan Telematika. Jasa siaran radio dan televisi tidak lagi menjadi domain penyelenggara atau lembaga penyiaran, akan tetapi telah dapat disediakan oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan yang ada dan di akses menggunakan perangkat (terminal) telekomunikasi.
Perkembangan telematika menuntut adanya penyatuan peraturan dan kebijakan antara lain dengan adanya indikasi untuk mengharmonisasikan atau bahkan tidak memisahkan aturan/undang-undang mengenai telekomunikasi dan penyiaran. Dorongan untuk pembukaan pasar (open market) merubah tatanan penyelenggaraan kegiatan di bidang telematika dari monopoli menjadi kompetisi. Perubahan tersebut harus disikapi dengan bijak dan perlu dukungan infrastruktur yang tepat. Peran regulator yang ”independen”, bebas dari kepentingan pihak manapun kecuali negara dan masyarakat, kredibel dan berkewenangan agar mampu berperan sebagai regulator dan wasit yang baik sangat diperlukan.
Penyelenggaraan kegiatan di bidang telematika di era kompetisi harus adil, fair, dan ”equal level playing field” (kesetaraan di pasar) serta transparan. Ketentuan mengenai kompetisi harus dipatuhi oleh seluruh penyelenggara. Penyimpangan terhadap aturan main kompetisi harus dikenakan sanksi yang tegas dan membuat jera pelakunya. Sehingga perlu adanya sanksi mengenai pelanggaran yang lebih tegas dan dapat diimplementasikan.
Pengembangan dan pemanfaatan telematika  dalam implementasinya sulit untuk berjalan sendiri-sendiri, apakah itu di tingkat pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta, industri, perguruan tinggi, serta masyarakat. Karena itu, perlu dibangun ekosistem yang melibatkan semua pemangku kepentingan sehingga ada sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, sektor swasta, industri, perguruan tinggi, serta masyarakat. Dengan ekosistem yang memadai, maka dimungkinkan seluruh komponen bangsa dapat bahu-membahu untuk mengembangkan dan memanfaatkan telematika secara lebih optimal, dan Indonesia tidak lagi sekadar menjadi pasar bagi produk-produk asing karena ekosistem juga akan mampu menjawab tantangan pengembangan produk dalam negeri secara lebih luas, siapnya sumber daya manusia serta layanan dan aplikasi yang dikembangkan oleh putra-putri bangsa sendiri, yang muaranya mampu menggerakan ekonomi secara keseluruhan dan memperkuat daya saing bangsa.
Terjadi perubahan paradigma hubungan konsumen yang memanfaatkan telematika dengan penyedia layanan. Hubungan yang tadinya menjadinya konsumen layaknya obyek, kini saatnya menjadikan konsumen sebagai subyek. Untuk itu, para penyedia layanan yang terkait telematika dengan mulai saat ini perlu mengedepankan pemberian layanan yang berkualitas dan aman bagi konsumennya.
Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki tujuan bernegara sebagaimana tertuang pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945). Tujuan dari bernegara sebagaimana dinyatakan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah “membentuk suatu pemerintah negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.”
Upaya untuk mencapai tujuan bernegara dimaksud di atas memiliki keterkaitan yang utama dengan Pasal 33 UUD 1945. Amanat konstitusi yang dimaksud dari Pasal 33 UUD 1945 adalah perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan; cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; dan bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasi oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Negara dalam mengembangkan sumber-sumber kekayaan alam dapat melibatkan orang perorangan atau usaha swasta untuk dapat memanfaatkan seluas-luasnya, namun tetap dalam pengawasan dan pengendalian pemerintah. Pada akhirnya potensi kekayaan alam dikembangan dengan cara yang dapat memberikan imbalan yang layak bagi yang mengusahakan, sesuai dengan pengorbanan dan risiko yang diambilnya, tetapi juga tetap adanya jaminan bahwa hasil akhir adalah kemakmuran yang sebesar-besarnya bagi rakyat.
Pembangunan dan penyelenggaraan kegiatan di bidang telematika di samping memiliki arti penting dan strategis, juga sebagai salah satu faktor yang dapat menunjang dan mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan keamanan, mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan, dengan terciptanya Pemerintahan yang efektif, efisien, bersih dan menerapkan good governance, serta meningkatkan hubungan antar bangsa, memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dalam rangka perwujudan Wawasan Nusantara dan memantapkan ketahanan Nasional. Penyelenggaraan kegiatan di bidang telematika mempunyai kaitan yang sangat erat dengan ruang angkasa dimana terdapat unsur spektrum frekuensi radio dan orbit satelit yang merupakan sumber daya terbatas. Penyelenggaraan kegiatan di bidang telematika yang memanfaatan sumber daya yang terbatas perlu diatur oleh Negara.
Pengaruh perkembangan telematika di era konvergensi yang demikian pesat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telematika yang secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru. Begitu juga dengan globalisasi yang telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai konvergensi telematika di tingkat nasional sehingga pembangunan telematika dapat dilakukan secara efektif, efisien, merata, dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna terciptanya kesejahteraan rakyat.
Berdasar pertimbangan-pertimbangan itulah, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Konvergensi Telematika.


PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas.

Pasal 2
Penyelenggaraan kegiatan di bidang telematika memperhatikan asas pembangunan nasional yang mengedepankan asas manfaat, adil dan merata, kepastian hukum, dan keamanan, serta memperhatikan pula asas kemitraan, etika, persaingan sehat, perlindungan, keseimbangan,  kemandirian, dan tanggung jawab.
Asas manfaat berarti bahwa pembangunan telematika khususnya penyelenggaraan telematika akan Iebih berdaya guna dan berhasil guna baik sebagai infrastruktur pembangunan, sarana penyelenggaraan pemerintahan, sarana pendidikan, sarana perhubungan, maupun sebagai komoditas ekonomi yang dapat Iebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Asas adil dan merata adalah bahwa penyelenggaraan telematika memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada semua pihak yang memenuhi syarat dan hasil-hasilnya dinikmati oleh masyarakat secara adil dan merata.
Asas kepastian hukum berarti bahwa pembangunan telematika khususnya penyelenggaraan telematika harus didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang menjamin kepastian hukum, dan memberikan perlindungan hukum baik bagi para investor, penyelenggara telematika, maupun kepada pengguna telematika.
Asas keamanan dimaksudkan agar penyelenggaraan telematika selalu memperhatikan faktor keamanan dalam perencanaan, pembangunan, dan pengoperasiannya.
Asas kemitraan mengandung makna bahwa penyelenggaraan kegiatan di bidang telematika harus dapat mengembangkan iklim yang harmonis, timbal balik, dan sinergi dalam penyelenggaraan telematika.
Asas etika dimaksudkan agar dalam penyelenggaraan telematika senantiasa dilandasi oleh semangat profesionalisme, kejujuran, kesusilaan, dan keterbukaan.
Asas persaingan sehat dimaksudkan agar dalam penyelenggaraan telematika harus berada dalam situasi yang sehat dan wajar, sehingga tidak menimbulkan adanya pemusatan kekuatan ekonomi pada penyelenggara tertentu, dan senantiasa dilandasi oleh semangat kompetisi untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakat. 
Asas perlindungan mengandung makna bahwa masyarakat sebagai pengguna layanan telematika harus mendapat perlindungan dalam hal kualitas maupun keamanan layanan. Perlindungan juga diberikan pada penyelenggara dalam hal pembangunan jaringan dan pengamanan aset-aset serta investasi yang telah dikeluarkan.
Asas keseimbangan dikedepankan agar industri berjalan seimbang, tanpa ada pemusatan kekuatan pada penyelenggara tertentu, termasuk juga posisi pemerintah dan Badan regulasi sebagai regulator industri teknologi informasi dan informasi yang harus berada di tengah-tengah di antara para penyelenggara, termasuk juga dalam hubungannya antara konsumen dengan penyelenggara.
Asas kemandirian, dilaksanakan dengan memanfaatkan secara maksimal potensi sumber daya nasional secara efisien serta penguasaan telematika, sehingga dapat meningkatkan kemandirian dan mengurangi ketergantungan sebagai suatu bangsa dalam menghadapi persaingan global.
Asas tanggung jawab bermakna bahwa dalam penyelenggaraan, pemberi layanan selain diberikan kebebasan untuk berinovasi memberikan berbagai macam layanan, namun di sisi lain juga dituntut untuk dapat mempertanggungjawabkan layanan yang diberikan berupa layanan yang berkualitas, mencerdaskan masyarakat dan membangun karakter bangsa.

Pasal 3
Tujuan pemanfaatan telematika dapat dicapai, antara lain dengan cara:
a.             mengembangkan dan memfasilitasi konvergensi;
b.             memberikan batasan peran pada lembaga yang membuat kebijakan dan regulasi dan lembaga yang mengawasi;
c.             pemanfaatan sumber daya terbatas secara efektif dan efisien;
d.             mendorong investasi dan inovasi;
e.             mengembangkan kompetisi yang sehat;
f.               mengembangkan lingkungan yang terbuka, adil, dan tidak diskriminatif dalam akses komunikasi;
g.             mendorong interoperabilitas layanan dan interoperabilitas jaringan;
h.             menjamin kepentingan konsumen dalam kaitannya dengan harga, kualitas layanan, keamanan informasi dan hak pribadi;
i.               mengembangkan penyediaan jaringan telematika universal;
j.                mendorong kemajuan industri dalam negeri; dan
k.             mewujudkan telematika untuk semua yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan rakyat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menyetarakan dengan negara maju.

Pasal 4
Ayat (1)
Mengingat sumber daya telematika merupakan salah satu cabang produksi yang penting dan strategis dalam kehidupan nasional, maka penguasaannya dilakukan oleh negara yang dalam penyelenggaraannya ditujukan untuk sebesar-besarnya bagi kepentingan dan kemakmuran rakyat.
Ayat (2)
Fungsi penetapan kebijakan, antara lain, perumusan mengenai perencanaan dasar strategis dan perencanaan dasar teknis telematika nasional.
Fungsi pengaturan mencakup kegiatan yang bersifat umum dan atau teknis operasional
yang antara lain, tercermin dalam pengaturan perizinan dan persyaratan dalam penyelenggaraan telematika.
Fungsi pengawasan adalah pengawasan terhadap penyelenggaraan telematika, termasuk pengawasan terhadap penguasaan, pengusahaan, pemasukan, perakitan, penggunaan frekuensi dan orbit satelit, serta alat, perangkat, sarana dan prasarana telematika.
Fungsi pengendalian dilakukan berupa pengarahan dan bimbingan terhadap penyelenggaraan telematika.
Ayat (3)
Dalam rangka efektivitas pembinaan, pemerintah melakukan koordinasi dengan instansi terkait, penyelenggara telematika, dan mengikutsertakan peran masyarakat.

Pasal 5
Cukup jelas.

Pasal  6
Sesuai dengan ketentuan Konvensi Telekomunikasi Internasional, yang dimaksud dengan Administrasi Telematika adalah Negara yang diwakili oleh pemerintah negara yang bersangkutan. Dalam hal ini, Administrasi Telematika melaksanakan hak dan kewajiban Konvensi Telekomunikasi lnternasional, dan peraturan yang menyertainya.

Administrasi Telematika Indonesia juga melaksanakan hak dan kewajiban peraturan internasional Iainnya seperti peraturan yang ditetapkan Intelsat (International Telecommunication Satellite Organization) dan lnmarsat (International Maritime Satellite Organization) serta perjanjian internasional di bidang telematika Iainnya yang diratifikasi Indonesia.

Pasal  7
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pelaksanaan peran serta masyarakat diselenggarakan oleh lembaga mandiri. Lembaga dimaksud keanggotaannya termasuk namun tidak terbatas pada asosiasi yang bergerak di bidang usaha telematika, asosiasi profesi telematika, asosiasi produsen peralatan telematika, asosiasi pengguna jaringan dan layanan telematika, dan masyarakat intelektual di bidang telematika.

Pasal  8
Ayat (1)
Huruf a
Yang dimaksud dengan “Penyelenggaraan Telematika yang bersifat komersial” adalah penyelenggaraan telematika yang disediakan untuk publik dengan dipungut biaya guna memperoleh keuntungan (profit oriented).
Huruf b
Yang dimaksud dengan “Penyelenggaraan Telematika yang bersifat non-komersial” adalah penyelenggaraan telematika yang disediakan untuk keperluan sendiri atau keperluan publik tanpa dipungut biaya (non-profit oriented).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Penyelenggaraan telematika untuk keperluan kewajiban pelayanan universal dilaksanakan pada wilayah non-komersial yaitu wilayah kewajiban pelayanan universal yang ditetapkan oleh Menteri. Menteri melakukan evaluasi wilayah kewajiban pelayanan universal secara berkala.



Huruf c
Yang dimaksud dengan “Penyelenggaraan Telematika untuk keperluan dinas khusus” adalah penyelenggaraan telematika untuk mendukung kegiatan dinas yang bersangkutan, antara lain kegiatan navigasi, penerbangan, SAR, atau meteorologi.
Huruf d
Yang dimaksud dengan “Penyelenggaraan Telematika untuk keperluan perorangan” adalah penyelenggaraan telematika guna memenuhi kebutuhan perseorangan, misalnya amatir radio dan komunikasi radio antar penduduk.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal  9
Cukup jelas.

Pasal  10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “memanfaatkan atau melintasi tanah negara dan/atau bangunan yang dimiliki atau dikuasai Pemerintah” adalah kemudahan yang diberikan kepada penyelenggara telematika.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan “instansi pemerintah” adalah instansi yang secara Iangsung menguasai, memiliki, dan/atau menggunakan tanah dan/atau bangunan.

Pasal 11
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan “perseorangan atau badan hukum” adalah pihak yang secara Iangsung menguasai, memiliki, dan/atau menggunakan tanah dan/atau bangunan yang akan dimanfaatkan atau dilintasi oleh Penyelenggara Telematika.
Ketentuan ini dimaksudkan agar perseorangan atau badan hukum sebagaimana dimaksud di atas memberikan kemudahan kepada penyelenggara telematika untuk dapat menyediakan layanan telematika.
Ayat (2)
Dalam rangka memberi perlindungan hukum terhadap hak milik perorangan atau badan hukum maka pemanfaatannya dilaksanakan setelah ada kesepakatan antara para pihak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 12
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”biaya hak penyelenggaraan telematika” adalah kewajiban yang dikenakan kepada penyelenggara telematika sebagai kompensasi atas perizinan yang diperolehnya dalam penyelenggaraan telematika, yang tata cara dan besarannya ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Biaya hak penyelenggaraan telematika merupakan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang disetor ke Kas Negara.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal  13
Ayat (1)
Perizinan penyelenggaraan telematika dimaksudkan sebagai upaya Pemerintah dalam rangka pembinaan untuk mendorong pertumbuhan penyelenggaraan telematika yang sehat. Pemerintah berkewajiban untuk mempublikasikan secara berkala peluang usaha penyelenggaraan telematika. Penyelenggaraan telematika wajib memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam perizinan.
Perizinan Telematika dibagi menjadi 2 (dua) kategori perizinan yaitu perizinan individu dan perizinan kelas.
Perizinan Individu merupakan perizinan yang diberlakukan untuk penyelenggaraan telematika yang karena sifatnya memerlukan pengaturan yang ketat. Hal ini dilakukan dalam rangka antara lain optimasi penggunaan sumber daya terbatas (contohnya spektrum frekuensi radio) dan menciptakan iklim usaha yang sehat.
Perizinan kelas merupakan perizinan yang diberlakukan untuk penyelenggaraan telematika yang karena sifatnya tidak memerlukan pengaturan yang ketat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 14
Pemisahan sistem pembukuan secara jelas dan tegas dalam setiap usaha penyelenggaraan telematika dimaksudkan untuk menjamin persaingan usaha yang sehat dan adanya audit akunting.

Pasal 15
Cukup jelas.

Pasal 16
Cukup jelas.

Pasal 17
Ayat (1)
Pemberian izin penggunaan spektrum frekuensi radio didasarkan kepada ketersediaan spektrum frekuensi radio yang telah dialokasikan untuk keperluan penyelenggaraan telematika termasuk siaran sesuai peruntukannya, dengan memperhatikan antara lain lebar pita, kegunaan, dan  perangkat. Tabel alokasi frekuensi radio disebarluaskan dan dapat diketahui oleh masyarakat secara transparan. Apabila ketersediaan spektrum frekuensi radio tidak memenuhi permintaan atau kebutuhan penyelenggaraan telematika, maka perolehan izinnya antara lain dimungkinkan melalui mekanisme pelelangan.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 18
Biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio merupakan kompensasi atas penggunaan frekuensi radio sesuai dengan izin yang diterima. Di samping itu, biaya penggunaan frekuensi radio dimaksudkan juga sebagai sarana pengawasan dan pengendalian agar frekuensi radio sebagai sumber daya alam terbatas dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Biaya hak penggunaan spektrum frekuensi radio merupakan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang disetor ke Kas Negara.

Pasal  19
Larangan menggunakan spektrum frekuensi radio di wilayah perairan Indonesia dimaksudkan untuk melindungi keamanan negara dan untuk mencegah dirugikannya penyelenggara telematika.
Yang dimaksud dengan ”dinas bergerak pelayaran” atau maritime mobile service adalah telematika antara stasiun pantai dan stasiun kapal, antarstasiun kapal, antarstasiun komunikasi pelengkap di kapal, stasiun kendaraan penyelamat, atau stasiun rambu radio penunjuk posisi darurat. Ketentuan ini hanya berlaku untuk kapal sipil dan tidak berlaku bagi kapal milik Tentara Nasional Indonesia.

Pasal  20
Larangan menggunakan spektrum frekuensi radio di wilayah udara Indonesia dimaksudkan untuk melindungi keamanan negara dan untuk mencegah dirugikannya penyelenggara telematika.


Pasal  21
Asas timbal balik yang dimaksudkan dalam pasal ini adalah asas dalam hubungan internasional untuk memberikan perlakuan yang sama kepada perwakilan diplomatik asing di Indonesia sebagaimana perlakuan yang diberikan kepada perwakilan Indonesia di negara yang bersangkutan.

Pasal 22
Cukup jelas.

Pasal 23
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan ”orbit satelit” adalah suatu lintasan di angkasa yang dilalui oleh suatu pusat masa satelit. Orbit satelit terdiri atas orbit satelit geostasioner, orbit satelit rendah, dan orbit satelit menengah.
Orbit satelit geostasioner adalah suatu lintasan yang dilalui oleh suatu pusat masa satelit yang disebabkan oleh gaya gravitasi bumi yang mempunyai kedudukan tetap terhadap bumi. Orbit satelit geostasioner berada di atas khatulistiwa dengan ketinggian 36.000 km.
Orbit satelit rendah dan menengah adalah suatu lintasan yang dilalui oleh suatu pusat masa satelit yang kedudukannya tidak tetap terhadap bumi. Ketinggian orbit satelit rendah sekitar 1.500 km dan orbit satelit menengah sekitar 11.000 km.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal  24
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan agar kebutuhan atas penomoran dari penyelenggara telematika serta penggunanya dapat dipenuhi secara adil dan selaras dengan ketentuan internasional.
Yang dimaksud dengan ”sistem penomoran” adalah rangkaian tanda dalam bentuk angka terdiri atas kode akses dan nomor pelanggan yang dipergunakan untuk mengidentifikasi suatu alamat pada jaringan atau pelayanan di bidang telematika.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Ayat (4)
Penomoran merupakan sumber daya terbatas dan oleh karena itu sistem penomoran diatur oleh Menteri secara adil. Penomoran pada jaringan telematika terkait dengan teknologi dan ketentuan internasional.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Pengenaan biaya hak penggunaan nomor dimaksudkan sebagai sarana pengawasan dan pengendalian agar nomor sebagai sumber daya terbatas digunakan seefisien mungkin.
Ayat (7)
Cukup jelas.

Pasal  25
Ayat (1)
Ketentuan teknis alat/perangkat telematika merupakan syarat yang diwajibkan terhadap alat/perangkat telematika agar pada waktu dioperasikan tidak saling mengganggu alat/perangkat telematika lain dan/atau jaringan telematika atau alat/perangkat selain perangkat telematika.
Ketentuan teknis dimaksud lebih ditujukan terhadap fungsi alat/perangkat telematika yang berupa parameter elektris/elektronis serta dengan memperhatikan pula aspek di luar parameter elektris/elektronis sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan aspek lainnya, misalnya Iingkungan, keselamatan, dan kesehatan. Untuk menjamin pemenuhan ketentuan teknis alat dan/atau perangkat telematika, setiap alat atau perangkat telematika dimaksud harus diuji oleh balai uji yang diakui oleh pemerintah atau institusi yang berwenang, kecuali untuk alat dan/atau perangkat telematika yang sifat dan peruntukannya tertentu.
Alat dan/atau perangkat telematika yang sifat dan peruntukannya tertentu dapat berupa alat dan perangkat pendukung telematika atau alat dan/atau perangkat telematika untuk keperluan penelitian.
Ketentuan teknis alat dan/atau perangkat telematika harus memperhatikan standar teknis yang berlaku secara internasional, dan mempertimbangkan kepentingan masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan “wilayah perairan Indonesia” adalah wilayah Iaut teritorial termasuk perairan dalam. Dengan demikian, pengertian ini menjangkau konsepsi negara kepulauan sebagaimana diakui dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Internasional yang selanjutnya telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985.
Karena kapal berbendera asing tersebut telah dilengkapi dengan perangkat telematika yang pemasangan dan pengoperasiannya mengikuti ketentuan yang berlaku di negaranya, maka ketentuan teknis yang ditetapkan Menteri tidak dapat diterapkan kepadanya.
Penggunaan alat dan/atau perangkat telematika tersebut di wilayah perairan Indonesia tetap harus mengikuti ketentuan internasional, yaitu prinsip tidak saling mengganggu dan sesuai dengan peruntukannya.
Ayat (4)
Ketentuan teknis tentang perangkat telematika yang ditetapkan Pemerintah tidak dapat diterapkan kepada pesawat udara asing karena pesawat udara asing tersebut mengikuti ketentuan yang berlaku di negaranya.
Penggunaan perangkat telematika tersebut tetap harus mengikuti ketentuan internasional, yaitu prinsip tidak saling mengganggu dan sesuai dengan peruntukannya.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal  26
Cukup jelas.

Pasal  27
Ayat (1)
Komponen tarif penyelenggaraan telematika meliputi struktur dan jenis tarif.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal  28
Cukup jelas.

Pasal  29
Ayat (1)
Pasal ini dimaksudkan agar terjadi kompetisi yang sehat antar penyelenggara telematika dalam melakukan kegiatannya.
Peraturan perundang-undangan dimaksud adalah Undang-Undang terkait Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat serta peraturan pelaksanaannya.
Ayat (2)
Cukup jelas.


Pasal  30
Cukup jelas.

Pasal  31
Cukup jelas.

Pasal 32
Ayat (1)
Pemanfaatan bersama fasilitas jaringan termasuk namun tidak terbatas pada menara telekomunikasi, transponder satelit, dan cable landing station.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.

Pasal  33
Cukup jelas.

Pasal  34
Cukup jelas.

Pasal  35
Ayat (1)
Ganti rugi oleh penyelenggara telematika diberikan kepada pengguna atau masyarakat Iuas yang dirugikan karena kelalaian atau kesalahan penyelenggara telematika.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Penyelesaian ganti rugi dilaksanakan dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi. Cara-cara tersebut dimaksudkan sebagai upaya bagi para pihak untuk mendapatkan penyelesaian dengan cara cepat. Apabila penyelesaian ganti rugi melalui cara tersebut di atas tidak berhasil, maka dapat diselesaikan melalui pengadilan.



Pasal  36
Ayat (1)
Pengiriman informasi adalah tahap awal dari proses berkomunikasi, yang dilanjutkan dengan kegiatan penyaluran sebagai proses antara dan diakhiri dengan kegiatan penyampaian informasi untuk penerimaan pihak yang dituju. Prioritas pengiriman, penyaluran dan penyampaian informasi yang akan ditetapkan oleh pemerintah antara lain berita tentang musibah.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal  37
Penghentian kegiatan usaha penyelenggaraan telematika dapat dilakukan oleh pemerintah setelah diperoleh informasi yang patut diduga dengan kuat dan diyakini bahwa penyelenggaraan telematika tersebut melanggar kepentingan umum, kesusilaan keamanan, dan/atau ketertiban umum.

Pasal  38
Cukup jelas.

Pasal  39
Cukup jelas.

Pasal  40
Cukup jelas.

Pasal  41
Ayat (1)
Perbuatan yang dapat menimbulkan gangguan terhadap penyelenggaraan telematika dapat berupa:
a.      tindakan fisik yang menimbulkan kerusakan suatu jaringan telematika sehingga jaringan tersebut tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya;
b.      tindakan fisik yang mengakibatkan hubungan telematika tidak berjalan sebagaimana mestinya;
c.       penggunaaan alat telematika yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis yang berlaku;
d.      penggunaan alat telematika yang bekerja dengan gelombang radio yang tidak sebagaimana mestinya sehingga menimbulkan gangguan terhadap penyelenggaraan telematika Iainnya; atau
e.      penggunaan alat bukan di bidang telematika yang tidak sebagaimana mestinya sehingga menimbulkan pengaruh teknis yang tidak dikehendaki suatu penyelenggaraan telematika.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal  42
Ayat (1)
Kegiatan pengamanan telematika dilaksanakan oleh penyelenggara telematika yang dimulai sejak perencanaan pembangunan sampai dengan akhir masa pengoperasian. Lingkup perencanaan pembangunan termasuk antara lain rancang bangun dan rekayasa, yang harus memperhitungkan perlindungan dan pengamanan terhadap gangguan elektromagnetis, alam, dan Iingkungan. Dalam kegiatan pengamanan dan perlindungan instalasi penyelenggara mengikutsertakan masyarakat dan berkoordinasi dengan pihak yang berwenang.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal  43
Cukup jelas.

Pasal  44
Cukup jelas.

Pasal  45
Cukup jelas.

Pasal 46
Cukup jelas.

Pasal  47
Pengenaan sanksi administrasi dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai upaya Pemerintah dalam rangka pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan telematika.

Pasal  48
Cukup jelas.


Pasal  49
Cukup jelas.

Pasal  50
Cukup jelas.

Pasal  51
Cukup jelas.

Pasal  52
Cukup jelas.

Pasal  53
Cukup jelas.

Pasal  54
Cukup jelas.

Pasal  55
Cukup jelas.

Pasal  56
Cukup jelas.

Pasal  57
Cukup jelas.

Pasal  58
Cukup jelas.

Pasal  59
Cukup jelas.

Pasal  60
Cukup jelas.

Pasal  61
Cukup jelas.

Pasal  62
Cukup jelas.

Pasal  63
Cukup jelas.

Pasal 64
Cukup jelas.

Pasal 65
Cukup jelas.



TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ...

No comments:

Post a Comment