Search This Blog

Thursday, October 21, 2010

PENGUKURAN PRESIPITASI

2.2.2. PENGUKURAN PRESIPITASI
                        Di dalam pengukuran presipitasi, digunakan yang namanya alat penakar curah hujan. Alat ini terdiri dari 2 macam :
a.       Alat penakar hujan tidak otomatis
b.       Alat penakar hujan otomatis

a.       Alat penakar hujan tidak otomatis
Yakni alat penakar berupa ember atau kontainer dengan diameter tertentu yang dibuat dalam bentuk bulat memanjang ke arah vertikal (untuk memperkecil percikan air hujan). Dimensi diameter dan ketinggian di sarankan berkisar antara 15-30 cm dan 50-75 cm.
-          cara kerja alat ini adalah dengan melihat air hujan yang tertampung dalam tempat penampung air hujan dan selanjutnya diukur volumenya setiap interval waktu tertentu atau setiap satu kejadian hujan.
-          kelemahan alat ini hanya diperoleh data jumlah curah hujan selama periode waktu tertentu.
b.       Alat penakar hujan otomatis
Yakni alat penakar yang mekanisme pencatatan besarnya curah hujan bersifat otomatis (mencatat sendiri). Ada dua jenis alat penakar hujan otomatis:
1.       Weighing Bucket Rain Gauge
Weighing bucket rain gauge terdiri dari corong penangkap air hujan yang ditempatkan diatas ember penampung air yang terletak di atas timbangan dengan pencatat otomatis, yang dihubungkan ke permukaan kertas grafik yang tergulung pada kaleng silinder.
-          cara kerja: setiap ada penambahan air hujan dari corong penangkap air ke dalam ember, maka timbangan akan bergerak turun dan alat pencatat akan bergerak mencatat volume air hujan pada kertas grafik.
-          kelemahan: dalam periode tertentu,  kertas grafik dan tinta perlu diganti.
2.   Tipping Bucket
            Sedangkan tipping bucket merupakan alat penakar otomatis tanpa memerlukan kertas grafik dan tinta dalam pencatatannya, tetapi di gunakan sebuah alat, yakni logger (alat pencatat otomatis) dan komputer.
-          cara kerjanya seperti timbangan, dimana salah satu ”bucket” (kantong/ember) penampung air bergerak ke bawah setiap kali menerima air dan logger akan mencatat curahan air hujan. Setiap ”tipping” atau jatuhan sama dengan 0,2 mm hujan. Dan selanjutnya data logger akan dihitung dengan bantuan komputer.
Dalam pengukuran presipitasi terdapat dua masalah besar yang selalu timbul, yakni:
1.       Bagaimana merancang suatu alat penakar hujan yang secara tepat dapat mengukur presipitasi pada suatu tempat (berkaitan dengan kesalahan karena alat (instrumen error), seperti alat mendapat gangguan angin, adanya dinding penghambat, ukuran penangkap air hujan, dll).
2.       Bagaimana menentukan lokasi jaringan kerja alat penakar agar dapat mewakili daerah yang kita kehendaki (berkaitan dengan kesalahan yang berhubungan dengan cara mengambil sampel/sampling error)
Pada dasarnya penyebaran data curah hujan kaitannya dengan dimensi ruang (spatial distribution rainfall) berkaitan dengan faktor-faktor meteorologi dan topografi.

Jaringan Alat Penakar Hujan
            Dalam sistem jaringan alat penakar hujan dibutuhkan suatu perencanaan kaitannya dengan keperluan pemanfaatan data awal curah hujan  yang akan dikumpulkan. Perencanaan ini akan ditentukan oleh kondisi ekonomi dan kepadatan penduduk.
            Penentuan jaringan kerja alat-alat penakar hujan yakni dengan memperhatikan:
1.       pola variabilitas spasial curah hujan suatu tempat (klasifikasi karakteristik topografi, ketinggian tempat, kemiringan lereng, dan kedudukan/arah terhadap mata angin).
2.       keperluan pengukuran curah hujan
3.       arah gerakan hujan
4.       besarnya korelasi antar alat penakar hujan

2.2.3. PERHITUNGAN PRESIPITASI
Dalam perhitungan presipitasi suatu tempat yakni dengan memanfaatkan sistim jaringan kerja dari alat- alat penakar hujan, untuk mengukur curah hujan harian, bulanan, dan tahunan suatu tempat, digunakan dua cara, yakni:
1.       rata- rata aritmatik ( cara paling mudah).
2.       teknik poligon ( thiessen polygon).
3.       teknik isohyet ( asohyetal ).

1.       Rata – rata Aritmatik yakni pengukuran serempak untuk lama waktu hujan tertentu dari semua alat penakar hujan dijumlahkan, lalu dibagi jumlah alat penakar hujan yang digunakan.
2.       Pada teknik poligon dilakukan dengan cara menghubungkan satu alat penakar terpasang dengan lainnya menggunakan garis lurus.
3.       Teknik isohyet ini memanfaatkan garis yang menunjukan tempat dengan dengan curah hujan yang sama.

2.2.4. INTENSITAS DAN LAMA WAKTU HUJAN
Intensitas hujan adalah jumlah hujan persatuan waktu (mm/jam) untuk mengetahui intensitas hujan suatu tempat maka dibutuhkan alat penakar hujan. Data intensitas hujan biasanya dimanfaatkan untuk perhitungan- perhitungan prakiraan besarnya erosi, debit puncak ( banjir), perencanaan drainase dan bangunan air lainya, besarnya dampak dari perubahan tata guna lahan dll.
Sedangkan lama waktu hujan adalah lama waktu berlangsungnya hujan yang dapat mewakili total curah hujan atau periode hujan yang singkat dari curah hujan yang seragam.
Dalam penentuan intensitas hujan yakni dengan cara tabulasi data curah hujan yang terdiri atas lama waktu hujan dan interval waktu hujan, dan dengan pemanfaatan data pengukuran hujan dari alat penakar hujan weighing bucket.

2.3. ANALISIS DATA PRESIPITASI
            Ada beberapa data Presipitasi yang menjadi bahan analisis, yakni :
  1. Jumlah presipitasi total suatu wilayah
  2. variabilitas presipitasi
  3. presipitasi rata rata daerah tangkapan air
  4. prakiraan besarnya kejadian hujan terbesar ( probable maximum precipitation = PMP )

·         jumlah presipitasi total ( m3 ) adalah ketebalan air hujan ( m) disuatu titik pengamatan dikalikan luas wilayah kajian (m2)
·         Variabilitas presipitasi : dibedakan menjadi variabilitas berdimensi ruang ( spatial) dan waktu ( temporal)
·         Presipitasi rata-rata daerah tangkapan air adalah hasil rata rata data hujan dari seluruh bagian hujan dari seluruh bagian daerah tangkapan yang diwakili oleh sesuatu alat penakar hujan.
·         PMP ( probable maximum precipitation ) adalah ketebalan hujan maximum untuk waktu lama tertentu yang secara fisik mungkin terjadi pada suatu wilayah aliran dalam kurun waktu tertentu.

2.4    DATA PENGAMATAN YANG HILANG
Data presipitasi yang hilang dapat dikarenakan oleh alat pencatat hujan tidak berfungsi, atau karena stasiun pengamat hujan tertentu di tutup untuk sementara waktu. Ada dua cara untuk memprakirakan besarnya data presipitasi yang hilang dengan menggunakan bantuan data curah hujan dari tiga alat penakar hujan yang letak disekitar data yang hilang.
1.      Jika besarnya perbedaan antara curah hujan rata-rata tahunnya dari masing-masing ketiga stasiun penakar hujan dan curah hujan rata-rata tahunan dari alat penakar tujuan yang akan diprakirakan < 10%, maka rumusnya adalah :
PX= (PA+PB+PC) / 3
Dimana PX  = volume curah hujan harian / bulan yang diprakirakan besarnya (mm)
PA = PB = PC = volume curah hujan harian /  bulan yang digunakan sebagai masukan (mm).
2.      Jika besarnya perbedaan antara curah hujan rata-rata tahunan dari masing-masing ketiga stasiun penakar hujan dan curah hujan rata-rata tahunan dari alat penakar hujan yang akan diprakirakan >10%, maka rumusnya adalah :
PX = 1/3 [(N X / NA ) PA + (N X / NB) PB + (N X / NC) PC]
Dimana PA = PB = PC = data curah hujan rata-rata bulanan dari ketiga alat penakar hujan.
NX = NA = NB = NC = curah hujan normal jangka panjang di empat stasiun pencatat curah hujan.

2.5    KONSISTENSI DATA PRESIPITASI
Agar data curah hujan yang digunakan konsisten, maka data curah hujan perlu ”disesuaikan” (adjustment)  untuk menghilangkan pengaruh perubahan lokasi alat ukur atau gangguan lainnya terhadap konsistensi data tujuan yang dihasilkan. Untuk melakukan hal tersebut, yakni dengan menggunakan analisis kurva ganda (double mass analysis)
Langkah 1 = mengumpulkan data curah hujan yang homogen
Langkah 2 = mencari harga rata-rata tahunan
Langkah 3 = penyesuaian data dengan cara mengalikan curah hujan tahunan yang dikumpulkan dengan angka nisbah antara dua sudut (slopes) garis yang terjadi.

2.6    ANALISIS HUBUNGAN INTENSITAS-DURASI-FREKUENSI HUJAN
Untuk mengetahui tinjauan tentang intensitas, lama waktu (durasi) dan frekuensi sebaiknya dilakukan untuk curah hujan yang diperoleh dari satu stasiun penakar hujan. Seperti halnya di daerah tropis, bahwa curah hujan yang sangat intensif umumnya berlangsung dalam waktu relatif singkat. Sedangkan presipitasinya yang cukup lama pada umumnya tidak terlalu deras. Dalam hal ini, hubungan bersifat terbalik antara intensitas, lama waktu, dan frekuensi perlu dikuantifisir.

DAFTAR PUSTAKA
Asdak,C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Aliran Daerah Sungai. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

No comments:

Post a Comment